Geeta Wirjawan: Bahasa adalah katalis perubahan.-Dicemotion.com

Dicemotion.com-


Jakarta (Antara) – Menteri Perdagangan sekaligus pengusaha Gita Wirjawan periode 2011-2014 mendorong anak-anak Indonesia untuk memiliki kemampuan berkomunikasi menggunakan berbagai bahasa internasional untuk meningkatkan kemampuan negosiasinya. .

Berkomunikasi dalam berbagai bahasa, menurut Gita, membuat seseorang bercerita (Menceritakan sebuah cerita) lebih proaktif untuk meningkatkan produktivitasnya dan bersaing secara global.

“Nantinya kami akan belajar bahasa internasional seperti Mandarin, Jepang, Italia, atau Inggris,” kata Geetha, anggota dewan komisaris sebuah perusahaan start-up teknologi pendidikan.Teknologi Pendidikan) dari Indonesia “Kakap”, saat ulang tahun perusahaan yang ke-5 di Jakarta, Kamis.

Berinvestasi dalam pendidikan bahasa yang baik adalah kunci keberhasilan pendidikan nasional, kata Geetha.

Baca juga: EdTech Kakap: Gen Z banyak mengadopsi bahasa gaul bahasa Inggris.

Baca juga: Keterampilan berbahasa merupakan syarat penting untuk bekerja di Jepang.

Ia mendorong kelompok kerjanya di “Kakap” untuk meningkatkan populasi kemampuan bahasa internasional di Indonesia dari sekitar 10 juta menjadi 100 juta di masa depan.

“Kapasitas kurang dari 10 juta atau Kecenderungan Kemampuan Indonesia berkomunikasi dalam bahasa internasional, termasuk bahasa Inggris, sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduknya yang hampir 280 juta jiwa. “Jadi impian saya adalah untuk memberikan bantuan kepada 100 juta orang di Indonesia,” kata Gita.

Gita mengingatkan, negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) ingin meninjau kembali sistem yang sebelumnya diterapkan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Inggris.

“Hasil evaluasi, karena multipolaritas maka persaingan semakin kuat. Kalau persaingan semakin kuat, yang terpenting adalah daya saing, daya saing itu ditentukan oleh produktivitas,” kata Gita.

Jika negara-negara di dunia cenderung menata hubungannya secara bilateral (hubungan dua negara), dibandingkan multilateral (hubungan banyak negara), kemampuan berbahasa menjadi titik krusial untuk mendapatkan wawasan yang meningkatkan produktivitas.

“Dulu secara multilateral lebih mudah untuk bernegosiasi. Karena misalnya produktivitas saya hanya lima kaos, kalau Anda 10 kaos, saya akan minta pihak yang produktivitasnya paling tinggi membantu saya bernegosiasi dengan Anda. Tapi sekarang, secara bilateral hanya ada dua, bukan 193 negara,” ujarnya Gita.

Oleh karena itu, suatu negara bersedia melakukan negosiasi untuk hubungan yang lebih efektif, seperti komitmen tanpa batas terhadap pendidikan (Pendidikan tanpa batas), maka negara tertarik untuk mengukur seberapa besar atau kecil produktivitas Indonesia.

“Misalnya kita satu ruangan dengan Singapura, produktivitas barang dan jasa Indonesia hanya US$25.000 per tahun. Sedangkan produktivitas barang dan jasa Singapura US$211.000 per orang per tahun,” kata Gita.

Wajar jika produktivitas Indonesia kalah menarik dibandingkan Singapura. Namun jika para negosiator memiliki kemampuan bahasa yang setara, investasi tetap dapat dilakukan untuk berkomunikasi satu sama lain.

Baca juga: Masyarakat Indonesia tertarik untuk meningkatkan kemampuan bahasa asingnya.

Baca juga: Kepala BPIP mendorong siswa untuk belajar teknologi dan bahasa asing.

Wartawan: Abdu Faisal
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024

Sumber link

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama