Jakarta (Antara) – Bisuk Abraham Sisungkunon, peneliti ekonomi lingkungan pada Lembaga Penelitian Ekonomi Masyarakat FEB UI, mengatakan kemasan yang dapat digunakan kembali dapat membantu mengurangi sampah plastik yang merugikan kelestarian lingkungan.
“Salah satu alasan konsumen memilih galon yang dapat digunakan kembali adalah untuk membantu mengurangi dampak lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa tujuh dari 10 konsumen yang tidak menggunakan galon yang dapat digunakan kembali akan beralih ke kemasan sekali pakai,” kata Bisuk Abraham Sisungkunon dalam siaran pers di Dannon Indonesia di Jakarta.
Temuan ini berpotensi menghasilkan sampah kemasan hingga 770 ribu ton per tahun, kata Pak Bisuk Abraham. Akibatnya sampah plastik meningkat menjadi 1.655.500 ton per tahun.
Meskipun sampah plastik dapat didaur ulang, namun memerlukan waktu yang lama dan biaya tambahan untuk melakukan proses pengumpulan dan pemisahannya. Salah satu alasannya adalah industri ini menggunakan plastik yang berbeda-beda saat membuat kemasan, sehingga pengumpul perlu memisahkan kemasan, label, dan penutup sekali pakai.
Baca juga: Peneliti BRIN: Kerugian Ekonomi Akibat Sampah Bisa Mencapai $250 Triliun
Baca juga: Produsen AMDK bekerja sama dengan IPI untuk mengurangi sampah plastik di destinasi wisata
Belum lagi tempat pengumpulan yang spesifik, artinya sampah daur ulang yang harus diangkut berpotensi menyumbang emisi karbon, ujarnya.
Oleh karena itu, penggunaan galon yang dapat digunakan kembali diperkirakan dapat mengurangi sampah plastik di tempat pembuangan akhir hingga 316 ton per tahun.
Menurutnya, langkah ini bisa dijadikan cara praktis untuk mengatasi permasalahan plastik. Selain itu, menurut data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), galon daur ulang digunakan oleh 96,4 persen industri air minum dalam kemasan (AMDK).
Artinya, hanya sekitar 3,6 persen pengguna galon sekali pakai. Penggunaan galon reusable pada industri AMDK di Indonesia merupakan praktik penggunaan kemasan reusable terbesar di dunia.
Di sisi lain, menurut data National Plastics Action Partnership, jumlah sampah plastik di Indonesia tumbuh sebesar 5 persen setiap tahunnya. Oleh karena itu, kata dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupaya menegaskan komitmennya untuk mencapai visi besar bersama yaitu pengurangan sampah sebesar 30 persen dan penanganan sampah sebesar 70 persen pada tahun 2025.
Soal bentuk dukungannya kepada pemerintah, Direktur Pembangunan Berkelanjutan Danone Indonesia Karinto Wibowo mengatakan pihaknya akan konsisten menerapkan praktik bisnis inklusif dengan tiga fokus utama.
Tiga bidang fokus tersebut adalah pengembangan infrastruktur pengumpulan sampah plastik, edukasi konsumen untuk bertanggung jawab atas sampahnya, dan inovasi kemasan daur ulang, termasuk wadah galon yang dapat digunakan kembali.
Misalnya, saat ini 70 persen bisnis Danone-AQUA memproduksi air minum dalam botol galon yang dapat digunakan kembali, sebuah proses yang sepenuhnya bersifat sirkular. Dengan model bisnis ini, pihaknya berkomitmen untuk menyediakan produk air minum berkualitas sekaligus meminimalkan limbah yang dapat digunakan kembali.
“Praktik pengemasan galon yang dapat digunakan kembali ini dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan dengan rendah karbon dan lebih hemat dalam penggunaan air dan plastik. Di Indonesia, konsumen telah menggunakannya selama bertahun-tahun, tanpa disadari, telah menciptakan galon yang dapat digunakan kembali. Mengurangi Dan penggunaan kembali Di Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Promosi kampanye amal sampah plastik harus terus berlanjut.
Baca juga: Conservation Indonesia ajarkan bahaya sampah plastik dalam rangka memperingati Hari Bumi.
Baca juga: Para aktivis menyerukan penggunaan tas dan tampon untuk mengurangi sampah plastik
Koresponden: Hreloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024