Jakarta (Antara) – Adaptasi pemasaran album musik sedang berjalan. Token yang tak terkalahkan (NFT) belum tentu menjadi pilihan bagi musisi yang tidak bisa beradaptasi, kata musisi Ekka Anash.
Tiga musisi mengunjungi Antara Heritage Center pada Kamis yakni Ika Anash, Arya Novanda, dan Vikiri Rahmat.
Baca juga: NFT adalah cara aman bagi pelaku ekonomi kreatif untuk berkembang di ruang digital.
Di tahun
Baca juga: Kemenparekraf: Sektor kreatif dan inovatif punya peluang ke depan melalui NFT
Menurut Ika, perubahan di industri musik tidak hanya terjadi satu dua kali.
Dulu misalnya, transisi terjadi dengan munculnya digital copy.
Orang-orang yang skeptis menganggap digitalisasi merendahkan nilai musik. Namun dengan hadirnya YouTube, Spotify, dll, pemahaman terhadap teknologi ini telah menciptakan media baru untuk meningkatkan peluang bagi para pelaku industri kreatif, kata Ika.
Menurut dua musisi lain yang terkait dengan Eka, Arya dan Vikkiri, keberhasilan mengadaptasi pemasaran album melalui NFT atau media digital lainnya sangat bergantung pada nilai yang diterima para pelaku industri musik terhadap teknologi tersebut.
“Saya bukan penjahat NFT dan saya bukan pengikut,” kata Ika.
“Saya tidak terlalu terbiasa dengan hal itu,” kata Vickery.
“Kalau saya yang bikin albumnya, saya jual fisiknya seperti kaset, vinyl, semacam itu. Belum NFT seperti itu,” kata Arias.
Vickrey memperkenalkan single terbarunya, “You Wanted This,” tentang fenomena mentalitas kepiting (Pemikiran kepiting) menunjukkan sikap meremehkan kesuksesan orang lain melalui vinyl dan kaset.
Sementara itu, Aria Novanda ingin memperkenalkan album barunya “Rock Star” yang direkam secara live untuk menghadirkan musik rock and roll yang autentik dan emosional.
Baca juga: Nusa Finance menggunakan token NFT untuk melindungi dari penipuan dan bot
Baca juga: Erwin Gutawa kembali merilis lagu “Seputih Kasih” dengan media NFT
Wartawan: Abdu Faisal
Editor: Zita Meirina
Hak Cipta © ANTARA 2024